Ini adalah cerita tentang pertempuran
antara pasukan khusus Inggris yg diwakili oleh SAS dan pasukan khusus
Indonesia yg tentu saja diwakili oleh prajurit dari
RPKAD/Kopassus. Setting ceritanya adalah bulan April tahun 1965, ketika
Indonesia sedang berkonfrontasi dengan Malingsial. Lokasi pertempuran di
desa Mapu, Long Bawan, perbatasan Kalimantan Barat dan Sabah.
Saat itu batalion 2 RPKAD
(sekarang Grup 2 Kopassus) baru saja terbentuk. batalion baru ini segera
dikirim untuk misi khusus ke kalimantan barat. Mereka mendarat di
Pontianak bulan Februari 1965, dan segera setelah itu mereka berjalan
kaki menuju posnya di Balai Karangan yang jaraknya puluhan kilometer
dari lapangan terbang.
Pos Balai Karangan merupakan pos
terdepan TNI yang sebelum kedatangan RPKAD dijaga oleh infanteri dari
batalion asal Jatim. Sekitar 1 km di depan pos Balai Karangan adalah pos
terdepan tentara Inggris di desa Mapu yang dijaga oleh satu kompi
British paratrooper dan beberapa orang SAS. Menyerang pos inilah yang
menjadi misi khusus batalion RPKAD. Pos Mapu tersebut sering digunakan
sebagai transit bagi personel SAS yang akan menyusup ke wilayah
Indonesia. TNI ingin hal ini dihentikan dengan langsung melenyapkan pos
tersebut.
Pos Inggris di Mapu tersebut
terletak di puncak sebuah bukit kecil yang dikelilingi lembah, sehingga
pos ini sangat mudah diamati dari jarak jauh. Selain itu, pos tersebut
juga cukup jauh dari pasukan induknya yang kira-kira terpisah sejauh 32
km.
Pasukan RPKAD yang baru datang
segera mempersiapkan setiap detail untuk melakukan penyerangan. Prajurit
RPKAD yang terpilih kemudian ditugaskan untuk melakukan misi
reconnaisance untuk memastikan kondisi medan secara lebih jelas. Mereka
juga memetakan pos tersebut dengan detail sehingga bisa menjadi panduan
bagi penyusunan strategi penyerangan, termasuk detail jalur keluar
masuknya.
Tugas recon ini sangat
berbahaya, mengingat SAS juga secara rutin melakukan pengamatan ke
posisi-posisi TNI. Jika kedua recon tersebut berpapasan tanpa sengaja,
bisa jadi akan terjadi kotak tembak yang akan membuyarkan rencana
penyerangan. Oleh karena itu, recon RPKAD sangat berhati-hati dalam
menjalankan misinya. Bahkan mereka menggunakan seragam milik prajurit
zeni TNI AD untuk mengelabui musuh apabila terjadi kemungkinan mereka
tertangkap atau tertembak dalam misi recon tersebut.
Setelah
sebulan mempersiapkan penyerangan, pada 25 April 1965 gladi bersih
dilakukan. Dari tiga kompi RPKAD yang ada di pos Balai Karangan.
Komandan batalion, Mayor Sri Tamigen, akhirnya memutuskan hanya kompi B
(Ben Hur) yang akan melakukan penyerangan. Sementara 2 kompi lainnya
tetap berada di wilayah Indonesia untuk berjaga-jaga bila terjadi
sesuatu.
Dalam penyerangan ini, kompi B
diharuskan membawa persenjataan lengkap. Mulai dari senapan serbu AK-47,
senapan mesin Bren, peluncur roket buatan Yugoslavia, dan Bangalore
torpedoes, mainan terbaru RPKAD waktu itu, yang biasanya digunakan untuk
menyingkirkan kawat berduri atau ranjau.
Selesai mengatur perbekalan, Ben
Hur mulai bergerak melintasi perbatasan selepas Maghrib. Karena sangat
berhati-hati, mereka baru sampai di desa Mapu pada pukul 0200 dini hari.
Setelah itu mereka segera mengatur posisi seperti strategi yang telah
disusun dan dilatih sebelumnya.
Pos Mapu berbentuk lingkaran
yang dibagi ke dalam empat bagian yang masing-masing terdapat sarang
senapan mesin. Perimeter luar dilindungi oleh kawat berduri, punji, dan
ranjau claymore. Satu-satunya cara untuk merebut pos ini adalah dengan
merangsek masuk kedalam perimeter tersebut dan bertarung jarak dekat.
Menghujani pos ini dengan peluru dari luar perimeter tidak akan
menghasilkan apa-apa karena didalam pos tersedia lubang-ubang
perlindungan yang sangat kuat.
Beruntung, malam itu hujan turun
dengan deras seolah alam merestui penyerangan tersebut, karena bunyi
hujan menyamarkan langkah kaki dan gerakan puluhan prajurit komando
RPKAD yang mengatur posisi di sekitar pos tersebut.
Setelah dibagi ke dalam tiga
kelompok, prajurit komando RPKAD berpencar ke tiga arah yang telah
ditetapkan. Peleton pertama akan menjadi pembuka serangan sekaligus
penarik perhatian. Kedua peleton lainnya akan bergerak dari
samping/rusuk dan akan menjebol perimeter dengan bagalore torpedoes agar
para prajurit RPKAD bisa masuk ke dalam dan melakukan close combat.
Pada jam 0430 saat yang
dinanti-nanti tiba, peleton tengah membuka serangan dengan menembakkan
senapan mesin Bren ke posisi pertahanan musuh. Segera setelah itu, dua
peleton lainnya meledakkan bangalore torpedoes mereka dan terbukalah
perimeter di kedua rusuk pertahanan pos tersebut. Puluhan prajurit RPKAD
dengan gagah berani masuk menerjang ke dalam pos untuk mencari musuh.
Prajurit
Inggris berada pada posisi yang tidak menguntungkan karena tidak siap
dan sangat terkejut karena mereka tidak menduga akan diserang pada jarak
dekat. Apalagi saat itu sebagian rekan mereka sedang keluar dari pos
untuk berpatroli. Yang tersisa adalah 34 prajurit Inggris. Hal ini
memang telah dipelajari recon RPKAD, bahwa ada hari-hari tertentu dimana
2/3 kekuatan di pos tersebut keluar untuk melakukan patroli atau misi
lainnya. Dan hari itulah yang dipilih untuk hari penyerangan.
Dengan susah payah, akhirnya
ke-34 orang tersebut berhasil menyusun pertahanan. Beberapa prajurit
RPKAD yang sudah masuk ke pos harus melakukan pertempuran jarak dekat
yang menegangkan. Dua prajurit RPKAD terkena tembakan dan gugur. Namun
rekan mereka terus merangsek masuk dan berhasil menewaskan beberapa
tentara Inggris dan melukai sebagian besar lainnya. Tentara Inggris yang
tersisa hanya bisa bertahan sampai peluru terakhir mereka habis karena
mereka telah terkepung.
Diantara yang terbunuh dalam
pertempuran jarak dekat yang brutal tersebut adalah seorang anggota SAS.
Ini adalah korban SAS pertama yang tewas ditangan tentara dari ASEAN.
Namun sayangnya Inggris membantah hal ini. Bahkan dalam buku karangan
Peter Harclerode berjudul "Para! Fifty Years of the Parachute Regiment
halaman 261 pemerintah Inggris malah mengklaim mereka berhasil
menewaskan 300 prajurit RPKAD dalam pertempuran brutal tersebut. Lucunya
klaim pemerintah Inggris ini kemudian dibantah sendiri oleh penulis
buku tersebut di halaman 265, ia menyebutkan bahwa casualties RPKAD
hanya 2 orang. Secara logis memang angka 300 tidak mungkin karena
pasukan yang menyerang hanya satu kompi. Pemerintah Inggris melakukan
hal tersebut untuk menutupi rasa malu mereka karena dipecundangi tentara
dari dunia ketiga, bahkan salah satu prajurit dari kesatuan terbaik
mereka ikut terbunuh dalam pertempuran tersebut.
Pertempuran itu sendiri berakhir
saat matahari mulai meninggi. Prajurit RPKAD yang sudah menguasai
sepenuhnya pos Mapu segera menyingkir karena mereka mengetahui pasukan
Inggris yang berpatroli sudah kembali beserta bala bantuan Inggris yang
diturunkan dari helikopter. Mereka tidak sempat mengambil tawanan karena
dikhawatirkan akan menghambat gerak laju mereka.
Sekembali di pos Balai Karangan,
kompi Ben Hur disambut dengan suka cita oleh rekan-rekannya. Para
prajurit yang terlibat dalam pertempuran mendapatkan promosi kenaikan
pangkat luar biasa. Mereka juga diberi hadiah pemotongan masa tugas dan
diberi kehormatan berbaris di depan Presiden Soekarno pada upacara
peringatan kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1965.
Itulah cerita heroik batalion 2 RPKAD, cikal bakal Grup 2 Kopassus.
Posting Komentar