Gegana adalah bagian dari
Kepolisian Indonesia (Polri). Pasukan ini mulai ada sejak tahun 1976,
meski ketika itu baru berupa detasemen. Baru pada tahun 1995, dengan
adanya pengembangan validasi Brimob bahwa kesatuan ini harus memiliki
resimen, Detasemen Gegana lalu ditingkatkan menjadi satu resimen
tersendiri, yakni Resimen II Brimob. Sementara Resimen I adalah resimen
pembentukan dari anggota-anggota Brimob yang berkualifikasi pelopor.
Demikian pula Resimen III. Perubahan tersebut berdasarkan Skep Kapolri
Nomor 10 tentang pengembangan organisasi Brimob tahun 1995. Tugas utama
Gegana ada tiga: mengatasi teror, SAR (search and rescue), perlindungan
VIP/VVIP, parakomando & anti gerilya, dan Jihandak (penjinakan bahan
peledak).
Secara umum, hampir semua
anggota Gegana mampu melaksanakan kelima tugas utama tersebut. Namun,
kemampuan khusus yang lebih tinggi hanya dimiliki oleh orang-orang
tertentu. Gegana tidak memiliki Batalyon ataupun Kompi. Kesatuan yang
lebih kecil dari resimen adalah detasemen. Setelah itu subden dan yang
paling kecil adalah unit. Satu unit biasanya terdiri dari 10 orang. Satu
subden 40 orang, dan satu detasemen beranggotakan 280-an orang.
Satu operasi biasanya dilakukan
oleh satu unit. Karena itu, dari sepuluh personel dalam satu unit
tersebut, harus ada enam orang yang memiliki kemampuan khusus.
Masing-masing: dua orang memiliki kemampuan khusus yang lebih tinggi di
bidang jihandak, dua orang di bidang SAR dan dua lagi ahli teror. Kedua
orang itu disebut operator satu dan operator dua. Yang lainnya
mendukung.
Tim Gegana sedang beraksi |
Misalnya untuk teror:
operatornya harus memiliki keahlian menembak jitu, harus memiliki
kemampuan negoisasi, ahli dalam penggebrekan dan penangkapan. Namun
semuanya tidak untuk mematikan. Sebab setiap operasi Gegana pertama-tama
adalah berusaha untuk menangkap tersangka dan menyeretnya ke
pengadilan. Kecuali dalam keadaan terpaksa, yang mengancam jiwa orang
yang diteror, barulah terpaksa ada penembakan. Sementara untuk SAR,
dituntut memiliki kemampuan dasar seperti menyelam, repling, jumping,
menembak, juga P3K.
Demikian pula, operator jihandak
harus memiliki keahlian khusus di bidangnya. Menurut Senior Inspektur
Wahyu Widodo (salah seorang ahli bom yang dimiliki Gegana), setiap
anggota Gegana secara umum memang sudah diperkenalkan terhadap bom. Hal
yang paling mendasar dalam menjinakan bom, adalah memisahkan antara
sirkuit dan bom dalam sistem unit bom itu sendiri. Meski demikian,
petugas di lapangan tetap bisa meminta data-data dan bantuan dari markas
jika mengalami kesulitan.
Ada prosedur-prosedur tertentu
yang berbeda untuk menangani setiap jenis bom, termasuk waktu yang
dibutuhkan. Misalnya bom yang menggunakan waktu, harus cepat sebelum
waktu meledaknya tiba. Demikian pula yang menggunakan trigger khusus,
penjinakannya harus dilakukan dengan sangat hati-hati. Kepada anggota
Gegana jenis-jenis bom tersebut dan cara-cara menjinakkannya, termasuk
risiko-risikonya, sudah dijelaskan. Itu dilakukan dalam latihan.
Seorang anggota Gegana sedang menjinakkan bahan peledak |
Latihan jihandak dilakukan
dengan membuatkan bom-bom dalam skala kecil, baik tekniknya atau
isiannya. Anggota yang berlatih, diharuskan mampu untuk menjinakkannya.
"Kita memberikan latihan-latihan teknik penjinakkan dengan berbagai
cara, berdasarkan perkembangan jenis bom yang mungkin ditemukan," jelas
Wahyu lagi. Menurut dia, bom mobil termasuk yang paling berbahaya karena
dirancang untuk pertama-tama menghancurkan mobil itu sendiri, otomatis
kuantitasnya besar, kualitasnya juga tinggi. Sementara RDX adalah unsur
dasar terbaru, dalam arti, penemuan yang terakhir untuk bahan-bahan
peledakan tingkat tinggi.
Paling tidak, ada tiga teknik
penjinakkan yang dipelajari oleh Gegana. Yaitu teknik manual, semi
remote, dan kalau memang bahaya sekali menggunakan robot. Terutama untuk
tingkat bom-bom mobil itu biasanya digunakan robot. Sayangnya,
peralatan yang dimiliki Gegana masih terbatas. Gegana baru punya tiga
kendaraan taktis EOD (explosive ordinance disposal) yang sudah lengkap
dengan alat peralatan. Padahal seharusnya, setiap unit memiliki satu
kendaraan taktis. Selain di Gegana, kendaraan EOD masing-masing satu
unit ada di Polda Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Jadi
se-Indonesia baru ada enam unit.
Untuk meningkatkan kemampuan
anggota, Gegana memiliki dua cara latihan yakni latihan secara terpusat
dan internal. Latihan terpusat dilakukan oleh Mabes Polri, antara lain
dengan mengirimkan orang belajar ke luar seperti ke Jeman, Inggris,
Amerika dan sebagainya untuk mengikuti pelatihan bahan peledak, teror
maupun SAR. Tapi hal itu tidak rutin, tergantung perintah dari Mabes.
"Misalnya, sekarang kita sedang siapkan orang untuk mengikuti pelatihan
mengenai teror di Amerika," jelas Komandan Gegana, TB MH Chanafi.
Komando tertinggi setiap operasi Gegana langsung berada di bawah Kapolri yang dilaksanakan oleh Asop Kapolri.
Posting Komentar